Hari itu tanggal,
4 Februari 2012, keputusan ku untuk pergi ke Jogjakarta sudah bulat. Jam 10
pagi aku dan teman laki-laki ku(sebut saja mantan ku) berangkat dari solo. Di
perjalanan sudah ngebayangin pengen foto-foto di jalan Malioboro, lalu
menghabiskan uang dengan berbelanja macam-macam daster yang nantinya akan aku
pakai setibanya di rumah.
Ketika sampai di
prambanan, tiba-tiba motor berbelok. Teman saya berkata “Indrayati wae yoh”. Sejenak
berfikir bakalan nyaman di sana. Dan saya hanya bilang “ayo”.
Setengah jam
setalah dari prambanan, hujan badai datang menerpa tubuh saya. Namun tekad tak
menghalanginya. Dengan keadaan basah kuyup saya nekad pergi kesana.
Aku pikir bakalan
dekat jaraknya sama prambanan. Tapi sumpahhhhh jauhnya minta ampun. Mana badan,
kaki, pantat pada pegel, ditambah saya yang basah kuyup ngga jelas. Temen ku
terheindar dari yang namanya basah, dia pakai mantol, sedangkan aku basah
kuyup.
Sempet kesel
dengan tu orang, itu mantol punyaku, motor juga punya ku. Eh aku malah basah
ngga jelas.
Sampai disana,
subhanallah bagus banget pantai. Cuma bisa duduk diem di kursi panjang. Aku
kedinginan, sumpahh. Menggigil seada-adanya. Dan teman saya hanya bisa ngeliat.
Waa, semakin menjadi-jadi marah saya waktu itu.
Bakso menjadi
makanan yang saya pilih untuk menghangatkan badan. Dua mangkok bakso + dua the
panas = 20.000, APAHHH !!! mahal kali tu makanan.
Jam tiga sore aku
pulang, lagi dan lagi saya harus berbasah-basah ria, dan bermain-main dengan
air hujan yang turun.
Efek pulang dari
indrayati adalah badan panas, meriang, masuk angin, kulit menghitam. Ngga mau
lagi-lagi kesana deh, cukup sekali ini.