Jumat, 20 Januari 2012


Sore itu, jalan Urip Sumoharjo ku lihat sekumpulan anak-anak yang membawa gitar kecil ditangan kirinya berjejer rapi di trotoar. Langkah-langkah kaki kecil mereka yang aku bisa meneak mereka baru berumur 7 sampai 8 tahun berjalan menyusuri jalanan yang kala itu padat oleh motor dan mobil yang berjejer rapi menunggu lampu hijau menyala. Badan mereka yang hitam karena setiap hari harus bertarung melawan panasnya matahari. Pakaian yang serba hitam dengan beberapa besi berbentuk bulat yang menggantung di pinggang kecil mereka yang masih rapuh untuk menopang beban yang berat itu. Kaki kecil mereka yang tak beralaskan apapun mampu berjalan menyusuri dan kuat berjalan di jalanan beraspal yang panas kala itu tertimpa sinar matahari di sore hari.

Dengan tangan menengadah keatas, muka melas, cara itulah yang mereka gunakan untuk mencari rejeki dari orang-orang. “pak, buk nyuwun artane, dingo maem “ ucapan yang mereka katakan pada orang-orang. Atau dengan cara sedikit mengeluarkan bakat yang kadang mereka paksakan untuk keluar, menyanyi lagu-lagu yang ngga pantas untuk mereka dengarkan dan dendangkan.
 Dari sejak matahari terbit dan matahari tenggelam, sejak matahari terbangun dan matahari tertidur pulas mereka tetap disana mengais-ngais sisa–sisa rejeki yang sengaja diberikan kepada pengguna jalan. Waktu mereka hanya dihabiskan di jalanan dan bahkan mereka harus tidur di trotoar jalan. Bisa kita bayangkan setiap hari mereka harus bekerja mengais rejeki di jalanan, setiap hari mereka harus bergumul dengan kendaraan yang sesak memenuhi jalanan. Racun-racun yang setiap detik kendaraan yang berlalu lalang hasilkan dari pembakaran pada mesin mereka harus hirup setiap kali mereka menarik nafas. Bagaimana keadaan paru-paru mereka ? belum saat malam datang, mereka harus berebut tempat di depan toko untuk tidur. Tanpa ada selimut bahkan kasur yang empuk yang menemani mereka, hanya tubuh kecil mereka yang mereka andalkan untuk  tidak menahan kerasnya dingginnya angin malam yang selalu terhembus dan menerpa tubuh mereka. 

Apakah mereka juga mengenyam bangku pendidikan? Aku fikir sebagian dari mereka masih bisa merasakan enaknya pelajaran matematika, bahasa, ipa dan lain sebagainya. Pernah aku mendapatkan seorang teman pada waktu masih berada di bangku sekolah dasar. Dia bernama Halini, ya dia juga seorang pengamen. Setiap hari dia berangkat ke sekolah dan setelahnya sisa waktunya dia habiskan untuk mengais rejeki di jalanan yang berbahaya baginya. Kenapa dia harus melakukan pekerjaan itu? kenapa dia harus bekerja sepulang sekolah?, dimana orang tuanya ? dia harus menyelamatkan keluarganya agar tetap hidup, orangtuanya hanya diam mengawasinya di jalanan, setelah beberapa recehan berhasil dia kumpulkan, uang itu harus dia setorkan kepada orang tuanya sendiri. Can you imagine it ? hidup mereka itu serba keras. 

Pernah dengan mata dan kepala ku sendiri aku mendapati anak yang baru berusia sekitar lima tahun harus berjuang dengan adiknya yang baru berusia sekitar empat tahun berada digendongannya menyusuri jalanan didekat Manahan untuk mencari sisa-sisa uang yang dilemparkan orang-orang kepadanya. Setelah beberapa saat, dua orang pria dan wanita datang mengambil uang itu dan membawanya pergi. Kalian siapa tau mereka ? mereka orangtua kedua anak itu. Aku sempat bertanya kepada penduduk sekitar dan aku mendapati fakta yang mengatakan bahwa mereka berempat hidup hanya dari penghasilan anak-anak kecil itu. Serasa ada kilat menyambar-nyambar malam itu di depan saya setelah aku mendapati fakta itu. Sadis memang, tapi itu kenyataan yang harus mereka dapatkan. 

Bagaimana dengan sekolah mereka? Apakah mereka harus menerima keadaan itu saja. Mereka punya hak yang sama dengan kita. Mereka harus nya menghabiskan lima jam mereka untuk menerima pelajaran dari guru-guru yang akan memberikan mereka pengetahuan yang luas sehingga mereka dapat memanfaatkannya. Mereka tak harus bekerja di usia yang sedini itu. Kadang saya berfikir, bagaimana caranya mereka agar mendapat pendidikan yang sama sepertiku, bisa mengenal penjumlahan, pengurangan, pola spok dalam bahasa Indonesia, tahu bagaimana asap kendaraan itu merusak paru-paru mereka, tahu kalau ada salah satu pasal yang menyebutkan setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak . Seharusnya kalian mendapatkan itu, bukannya racun-racun yang masuk setiap hari, dinginnya angin malam, kadang kekerasan dari orang tua kalian yang membuat tubuh mungil kalian terlihat membiru.

Manusia itu makhluk sosial yang butuh orang lain untuk masuk kedalam hidupnya, untuk membantu satu sama lain, untuk saling menyayangi (menurut pelajaran yang aku dapet dari sejak jaman kelas tiga sd sampai kuliah). Mereka butuh yang lainnya untuk menyalurkan hasrat dan nafsu yang biasanya kita sebut dengan cinta yang sudah tertanam sejak mereka berada di kandungan. Setiap jengkal langkah kita bakal menemui kata-kata cinta. Setiap tarikan nafas kita ada sedikit butiran-butiran halus yang berisi cinta entah darimana datangnya yang masuk kedalam saluran pernafasan kita dan mengendap disana. Manusia punya fase hidup yang complicated. Kadang mereka senang, kadang mereka sedih mendadak. Suatu waktu mereka tertawa terbahak-bahak, namun mereka juga bisa menangis tak terduga. Mereka bisa berada di fase tertinggi dan suatu saat dan tidak terduga bisa berada di fase yang paling terendah. Hal kecil yang membuat semua itu bisa terjadi adalah kata cinta yang saya pikir ngga ada pengertian pasti mengenai kata itu.


Cinta itu ngga mengenal kata usia, keadaan, waktu bahkan jenis kelamin. Cinta itu bisa menyerang di kisaran usia berapapun, orang yang sudah tua pun bakalan bisa kena yang namanya syndrom cinta, bahkan anak kecil yang belum bisa membedakan apakah ini merah atau hitam pun bisa kena syndrome itu. Fakta ini terjadi di depan mata saya berkali-kali, salah satunya anak didik ku yang dengan santainya saling melempar kata-kata tentang pasangan mereka masing-masing, aku hanya bisa terdiam dan mlongo mendengarnya, tak banyak kata yang terucap untuk mengomentari fakta itu. Terbukti cinta itu pelanggar peraturan, dia sering masuk orbit yang salah dan menjebak orang-orang agar masuk didalamnya.


Ada fase dimana setiap orang bakalan merasakan yang namanya sakit hati. Sakit hati itu ada banyak penyebabnya mulai dari gara-gara omongan orang yang belum tentu benar, dikhianati sama teman atau siapapun dan yang paling banyak diminati adalah gara-gara cinta. Sakit hati gara-gara cinta biasa kita sebut dengan patah hati. Patah hati itu bisa datang kapanpun dan dimanapun. Fase ini yang paling banyak membuat seseorang berubah menjadi bukan dirinya. Saat fase patah hati datang, dunia itu bagaikan kiamat bagi orang itu. Dikala pacar atau orang yang kita sayang dengan tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang isinya ngga pernah kita harap diucapkan olehnya serasa langit yang kala itu cerah dan berawan berubah menjadi hitam pekat,sepekat limbah pabrik-pabrik yang dibuang bebas ke aliran sungai-sungai. Tetesan air mata segera mengalir deras mengaliri pori-pori muka kita, dan akhirnya membuat sebuah bendungan di tangan kita. Seketika muncullah malaikat pencabut nyawa dan dia akan berkata kepada kita “ajal mu sudah datang”.


Fase patah hati menyerang baik laki-laki maupun perempuan, tapi perempuan lah yang lebih sering mendramatisir keadaan. Perempuan lebih berfikir menggunakan hati bukan dengan logikanya, berbeda dengan laki-laki yang lebih berfikir menggunakan logika mereka, jadi wajar jika seorang perempuan lebih sering stress gara-gara patah hati. Perempuan akan berubah menjadi monster buruk rupa yang mukanya dipenuhi dengan air mata yang siap melempar dan menyerang dengan cacian dan makian saat seseorang mengganggunya pada saat mereka mengalami fase yang dinamakan patah hati. Seperti saya, saat patah hati menyerang tiba-tiba, menangis adalah hal yang akan saya lakukan pertama kalinya. Ditemani beberapa boneka yang ada di kasur, biasanya saya akan banyak menghabiskan tangisan ku disana selama beberapa hari. Dengan sedikit terisak-isak, aku merangkai kata-kata yang seolah-olah menyesal dengan apa yang sudah diputuskan.

“kenapa kau berbuat seperti itu”
“kenapa harus sekarang kau melakukanya saat aku sudah jatuh dalam “

Akan ada banyak kenapa dalam monoloque saya itu. Dengan sedikit memberi pukulan-pukulan kepada boneka yang aku anggap sebagai seseorang yang telah membuat aku berubah menjadi monster tangis, boneka-boneka itu tidak bersalah dan tidak tau menau apa yang terjadi. Patah hati itu ngga cuma berefek satu atau dua hari, biasanya aku akan menghabiskan sekitar seminggu lebih untuk menghabiskan fase itu. Setelah puas menangis, melempar cacian di dunia maya adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Kata-kata indah aku rangkai untuk menjelek-jelekan laki-laki itu, dari abjad a sampai z akan aku pakai untuk mendukung kegiatan itu. Setelah puas mendedangkan cacian, baru sadar ternyata kegiatan itu membuat semua orang tertarik dengan apa yang sedang aku alami. Mereka bertanya apa yang terjadi dan saya akan menjawab pertanyaan yang muncul dengan jawaban yang seolah-olah menyudutkan pihak pria dan akan datang banyak simpati kepadaku. Dengan seperti itu, patah hati yang aku rasakan akan sedikit terobati. Efek lain dari patah hati adalah badan ku yang akan mekar. Makanan adalah obat paling mujarab bagi saya untuk mengobati patah hati, aku akan banyak menghabiskan makanan pada fase itu dan itu menyebabkan berat badan melonjak seketika.


Fase patah hati itu fase tersulit bagi seorang perempuan untuk menjalaninya.