Sore itu, jalan Urip Sumoharjo ku lihat sekumpulan anak-anak yang membawa gitar kecil ditangan kirinya berjejer rapi di trotoar. Langkah-langkah kaki kecil mereka yang aku bisa meneak mereka baru berumur 7 sampai 8 tahun berjalan menyusuri jalanan yang kala itu padat oleh motor dan mobil yang berjejer rapi menunggu lampu hijau menyala. Badan mereka yang hitam karena setiap hari harus bertarung melawan panasnya matahari. Pakaian yang serba hitam dengan beberapa besi berbentuk bulat yang menggantung di pinggang kecil mereka yang masih rapuh untuk menopang beban yang berat itu. Kaki kecil mereka yang tak beralaskan apapun mampu berjalan menyusuri dan kuat berjalan di jalanan beraspal yang panas kala itu tertimpa sinar matahari di sore hari.
Dengan tangan menengadah keatas, muka melas, cara itulah yang mereka gunakan untuk mencari rejeki dari orang-orang. “pak, buk nyuwun artane, dingo maem “ ucapan yang mereka katakan pada orang-orang. Atau dengan cara sedikit mengeluarkan bakat yang kadang mereka paksakan untuk keluar, menyanyi lagu-lagu yang ngga pantas untuk mereka dengarkan dan dendangkan.
Dari sejak matahari terbit dan matahari tenggelam, sejak matahari terbangun dan matahari tertidur pulas mereka tetap disana mengais-ngais sisa–sisa rejeki yang sengaja diberikan kepada pengguna jalan. Waktu mereka hanya dihabiskan di jalanan dan bahkan mereka harus tidur di trotoar jalan. Bisa kita bayangkan setiap hari mereka harus bekerja mengais rejeki di jalanan, setiap hari mereka harus bergumul dengan kendaraan yang sesak memenuhi jalanan. Racun-racun yang setiap detik kendaraan yang berlalu lalang hasilkan dari pembakaran pada mesin mereka harus hirup setiap kali mereka menarik nafas. Bagaimana keadaan paru-paru mereka ? belum saat malam datang, mereka harus berebut tempat di depan toko untuk tidur. Tanpa ada selimut bahkan kasur yang empuk yang menemani mereka, hanya tubuh kecil mereka yang mereka andalkan untuk tidak menahan kerasnya dingginnya angin malam yang selalu terhembus dan menerpa tubuh mereka.
Apakah mereka juga mengenyam bangku pendidikan? Aku fikir sebagian dari mereka masih bisa merasakan enaknya pelajaran matematika, bahasa, ipa dan lain sebagainya. Pernah aku mendapatkan seorang teman pada waktu masih berada di bangku sekolah dasar. Dia bernama Halini, ya dia juga seorang pengamen. Setiap hari dia berangkat ke sekolah dan setelahnya sisa waktunya dia habiskan untuk mengais rejeki di jalanan yang berbahaya baginya. Kenapa dia harus melakukan pekerjaan itu? kenapa dia harus bekerja sepulang sekolah?, dimana orang tuanya ? dia harus menyelamatkan keluarganya agar tetap hidup, orangtuanya hanya diam mengawasinya di jalanan, setelah beberapa recehan berhasil dia kumpulkan, uang itu harus dia setorkan kepada orang tuanya sendiri. Can you imagine it ? hidup mereka itu serba keras.
Pernah dengan mata dan kepala ku sendiri aku mendapati anak yang baru berusia sekitar lima tahun harus berjuang dengan adiknya yang baru berusia sekitar empat tahun berada digendongannya menyusuri jalanan didekat Manahan untuk mencari sisa-sisa uang yang dilemparkan orang-orang kepadanya. Setelah beberapa saat, dua orang pria dan wanita datang mengambil uang itu dan membawanya pergi. Kalian siapa tau mereka ? mereka orangtua kedua anak itu. Aku sempat bertanya kepada penduduk sekitar dan aku mendapati fakta yang mengatakan bahwa mereka berempat hidup hanya dari penghasilan anak-anak kecil itu. Serasa ada kilat menyambar-nyambar malam itu di depan saya setelah aku mendapati fakta itu. Sadis memang, tapi itu kenyataan yang harus mereka dapatkan.
Bagaimana dengan sekolah mereka? Apakah mereka harus menerima keadaan itu saja. Mereka punya hak yang sama dengan kita. Mereka harus nya menghabiskan lima jam mereka untuk menerima pelajaran dari guru-guru yang akan memberikan mereka pengetahuan yang luas sehingga mereka dapat memanfaatkannya. Mereka tak harus bekerja di usia yang sedini itu. Kadang saya berfikir, bagaimana caranya mereka agar mendapat pendidikan yang sama sepertiku, bisa mengenal penjumlahan, pengurangan, pola spok dalam bahasa Indonesia, tahu bagaimana asap kendaraan itu merusak paru-paru mereka, tahu kalau ada salah satu pasal yang menyebutkan setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak . Seharusnya kalian mendapatkan itu, bukannya racun-racun yang masuk setiap hari, dinginnya angin malam, kadang kekerasan dari orang tua kalian yang membuat tubuh mungil kalian terlihat membiru.